Nama
|
Sri Handayani Nofiyanti
|
NIM
|
145100600111013
|
Kelas
|
H
|
Kelompok
|
H1
|
BAB IV
ASIDI-ALKALIMETRI
TUJUAN
·
Membuat larutan standar
HCl 0,1 M
·
Membuat larutan standar
sekunder NaOH 0,1 M dan standar primer H2C2O4
·
Melakukan standarisasi
larutan HCl 0,1 M dan NaOH 0,1 M
·
Menggunakan larutan
standar NaOH 0,1 M untuk menetapkan kadar asam asetat cuka perdagangan
A. PRE LAB
1.
Apa yang dimaksud dengan analisis volumetri?
Analisis
volumetri adalah suatu analisis kimia kuantitatif untuk menentukan banyaknya
suatu zat dalam volume tertentu dengan mengukur banyaknya volume larutan
standar yang dapat bereaksi secara kuantitatif dengan zat yang akan
ditentukan. Dalam analisis volumetri, zat yang akan ditetapkan dibiarkan
bereaksi dengan suatu reagensia yang cocok yang ditambahkan sebagai suatu
larutan baku, dan volume larutan yan diperlukan untuk mengakhiri reaksi
ditetapkan (Bassett, 2004).
Analisis
volumetri adalah volume larutan yang diketahui konsentrasinya dengan pasti
yang disebut sebagai titran dan diperlukan untuk bereaksi sempurna dengan
sejumlah tepat volume titrat atau sejumlah berat zat yang akan ditentukan (Cairns, 2004 ).
|
2. Apa yang
dimaksud dengan asidi-alkalimetri?
Asidi alkalimetri
adalah titrasi yang berhubungan dengan asam dan basa. Pada dasarnya asam
adalah larutan yang bersifat pH kurang dri 7 sedangkan basa sebaliknya Basa adalah larutan yang bersifat pH lebih
dari 7 (Sastrohamidjojo, 2005).
Asidi alkalimetri
merupakan reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal
dari asam dengan ion hidroksida dari basa untuk menghasilkan air yang
bersifat netral. Netralisasi juga dapat dikatakan sebagai reaksi pemberi
proton (asam) dengan penerima proton (basa). Metode titrimetri masih
digunakan secara luas karena merupakan metode yang mampu memberikan ketepatan
yang tinggi (Rohman, 2007).
|
3. Apa yang
dimaksud dengan larutan standar primer?
Larutan standar
primer merupakan senyawa yang dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian yang
sangat tinggi (>99,9%) (Cairns, 2004).
Larutan standar
primer adalah larutan yang dibuat untuk menstandarisasi titran. Larutan
standar dibuat dengan melarutkan zat kemurnian tinggi (standar primer) yang
diketahui dengan tepat beratnya dalam suatu larutan yang diketahui tepat
volumenya (Widiarto, 2009).
|
4.Apa yang
dimaksud dengan larutan standar sekunder?
Larutan standar
sekunder adalah larutan yang kebakuannya ditetapkan langsung terhadap larutan
standar primer yang berfungsi sebagai larutan baku dan langsung dapat
digunakan tanpa harus dibakukan lagi. Larutan standar sekunder ini mempunyai
beberapa syarat, yaitu derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku
primer, berat ekivalennya tinggi, larutan relatif stabil didalam penyimpanan
(Underwood, 2005).
Larutan standar
sekunder adalah Larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui
dengan tepat karena berasal dari zat yang tidak pernah murni. Konsentrasi
larutan ini ditentukan dengan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya
melalui metode titrimetri (Widiarto, 2009).
|
5. Apa yang
dimaksud dengan standarisasi/pembakuan larutan?
Pembakuan larutan
adalah metode atau cara yang digunakan untuk memperoleh larutan standar,
perlu dilakukan proses standarisasi sebelum melakukan analisa konsentrasi
larutan yang ingin dianalisa (Robinson, 2004).
Strandarisasi
larutan merupakan proses untuk menentukan molarias larutan dengan tepat dari
suatu larutan yang belum diketahui molaritasnya dengan cara mereaksikannya
dengan larutan yang molaritasnya telah diketahui (Sunarya, 2007).
|
6.
Apa yang digunakan untuk menstandarisasi larutan
NaOH ? Tuliskan persamaan reaksinya!
Yang digunakan
untuk menstandarisasi larutan NaOH adalah asam oksalat dan asam asetat sebagai larutan standarnya. Standarisasi larutan
tersebut memiliki persamaan reaksi yaitu:
1.
Untuk
asam oksalat
C2H2O4.2H2O
+ 2NaOH à Na2C2O4 +
4H2O
(Ismunandar, 2008).
2.
Asam asetat. Reaksinya:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) à CH3COOH(aq) + H2O(aq)
(Rohman, 2007).
|
7.
Apa yang digunakan untuk menstandarisasi
HCl? Tuliskan persamaan reaksinya!
Standarisasi
larutan HCl digunakan bahab HCl pekat dan boraks. Standarisai ini menurut
persamaan reaksi yaitu:
(Chang, 2005).
|
8.
Jenis asam apa yang dominan ada pada asam cuka
perdagangan? Tuliskan persamaan
reaksinya dengan NaOH!
Jenis asam yang dominan ada pada asam cuka perdagangan
yaitu asam asetat (CH3COOH). Hal itu dikarenakan asam ini memiliki
banyak kegunaan, diantaranya pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan
dalam produksi polimer seperti polietilena
tereftalat, selulosa asetat,
dan polivinil asetat, maupun
berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat
digunakan sebagai pengatur keasaman.
Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun,
kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun
diperoleh dari hasil daur ulang,
sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati. Berikut persamaan
reaksinya :
NaOH + CH3COOH
à CH3COONa
+ H2O
(Sunarya,
2007).
|
DIAGRAM ALIR
1.
HCl pekat
|
aquades
|
Hasil
|
2. Standarisasi larutan HCl
Na2B4O7.10 H2O
|
Aquades
secukupnya
|
Aquades
|
10 ml larutan
boraks
|
Hasil
|
3.
Pembuatan larutan standar
NaOH 0.1 M
Aquades
secukupnya
|
Aquades
|
10 ml larutan
asam oksalat
|
Hasil
|
4.
Standarisasi Larutan NaOH
0,63 gram oksalat
dihidrat
|
Aquades
secukupnya
|
10 ml larutan
asam oksalat
|
Hasil
|
5.
Penggunaan Larutan Standar
Asam dan Basa untuk Menetapkan Kadar Asam Asetat pada Cuka
Hasil
|
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Prinsip Dasar Titrasi
Titrasi
biasa juga disebut volumetri yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat
lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dalam bentuk larutan. Namun
konsentrasi larutan yang tidak diketahui kemudian dihitung dengan syarat reaksi
harus berlangsung secara cepat, kuantitatif, dan tidak ada reaksi samping.
Selain itu juka reagen penitrsi yang diberikan berlebihan maka harus dapat
dihitung dengan suhu indikator (Khopkar, 2007).
Reaksi
yang dapat digunakan dalam metode volumetri adalah reaksi-reaksi kimia yang sesuai dengan persyaratan sebagai berikut.
a.
Reaksi harus berlangsung cepat
b.
Tidak terdapat reaksi samping
c.
Reaksi
harus stoikiometri, yaitu diketahui dengan pasti reaktan dan produk serta perbandingan
mol / koefisien reaksinya
d.
Terdapat
zat yang dapat digunakan untuk mengetahui saat titrasi harus dihentikan (titik
akhir titrasi) yang disebut zat indikator (Widiarto, 2009).
2.
Pengertian asidi
alkalimetri
Asidi alkalimetri adalah
titrasi yang berhubungan dengan asam dan basa. Pada dasarnya asam adalah
larutan yang bersifat pH kurang dari 7. Sedangkan basa adalah larutan yang
bersifat pH lebih dari 7 ( Harjono, 2005
).
3. Pengertian larutan standar primer dan sekunder
beserta contohnya
Larutan standar primer
adalah larutan yang dibuat untuk menstandarisasi titran. Larutan standar dibuat
dengan melarutkan zat kemurnian tinggi ( standar primer ) yang diketahui dengan
tepat beratnya dalam suatu larutan yang diketahui tepat volumenya.
Contoh
larutan primer : Kalium hidrogen ftalat (KHP) KHC8H4O4
lebih sering digunakan berat ekuivalen
tinggi (204,2 gram/ek) kemurnian tinggi stabilitas termal tinggi reaksi dengan
NaOH / KOH cepat
(Day, 2004).
Larutan standar sekunder adalah Larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan tepat karena
berasal dari zat yang tidak pernah murni. Konsentrasi larutan ini ditentukan
dengan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode
titrimetri.
Contoh larutan
sekunder : AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2
(Day,
2004).
4.
Fungsi Bahan dalam
Praktikum
·
Natrium hidroksida berfungsi sebagai
larutan standar untuk menitrasi asam cuka (Mulyono, 2009).
·
Indikator Phenolphtalein (PP) berfungsi
sebagai indikator yang menunjukkan titik akhir titrasi (titik ekivalen)
(Mulyono, 2009).
·
Aquades berfungsi sebagai pelarut kristal
NaOH (Mulyono, 2009).
·
Asam cuka berfungsi sebagai zat yang akan
diidentifikasi kadar asam asetatnya atau sebagai zat
yang dititrasi.
·
Asam klorida berfungsi sebagai zat yang
akan diidentifikasi konsentrasinya.
·
Boraks larutan primer sabagai larutan yang menjadi acuan dalam mencari
konsentrasi larutan sekunder.
·
Asam
oksalat sebagai larutan primer sabagai larutan yang menjadi acuan dalam mencari
konsentrasi larutan sekunder.
5.
Aplikasi Titrasi Asam Basa
dalam Pertanian
·
Sebagai pupuk dikarenakan titrasi asam basa pada
HCL menghasilkan ion karbonat dan bikarbonat yang berfungsi sebagai pupuk (Khopkar,
2007).
·
Penerapan asidi alkalimetri dalam bidang teknologi
pertanian sangat beragam. Dalam pertanian pasti sangat membutuhkan air juga lingkungan
sekitar, aplikasi asidi alkalimetri antara lain penetapan kadar Biological
Oxygen Drmand (BOD) yang merupakan parameter pengukuran jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bakteri untuk mengurangi hampir semua zat organik yang terlarut
dan tersuspensi dalam air buangan (Brady, 2004).
·
Untuk pembuatan pupuk kalium klorida yang dalam
pembentukkannya diperlukan MgO yang dihitung kadarnya sebagai penguji dengan
proses titrasi (Brady, 2004).
C. DATA HASIL
PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN
1. Pembuatan larutan standar HCl 0,1 M
BJ HCl
|
: 1,19
|
Kadar HCl
|
: 32%
|
Volume HCl yang dibutuhkan
|
:0,96 ml
|
Perhitungan:
·
Mencari konsentrasi larutan
M =
=
= 10,43
M
·
Mencari volume larutan
M1 x V1
= M2 x V2
10,43 x V1 =
0,1 x 100
V1 = 0,96 mL
|
Mengapa dalam pembuatan larutan standar HCl, BJ
HCl harus diperhitungkan?
Dalam larutan standar HCl, berat jenis HCl harus
diperhitungkan karena sebelum membuat larutan standar HCl, dilakukan
pengenceran larutan dengan rumus M1 x V1 = M2
x V2. Dalam pengenceran tersebut dibutuhkan data volume dan
molaritas. Sedangkan dalam mencari molaritasnya, harus diketahui berat jenis,
persenannya, dan Mr sebagaimana rumusnya sebagai berikut :
M =
2.
Standarisasi larutan HCl 0,1 M
Volume HCl
|
: V1 = 12,3 ; V2 = 11,4 ;
|
Molaritas HCl
|
: 0,1 M
|
Berat boraks
|
: 1,9 gram
|
Molaritas larutan HCl hasil standarisai
|
:
|
Perhitungan:
·
Perhitungan pembuatan
boraks (Mr = 381, M=0,05)
n = M x V
= 0,05 x 0,1
= 5 x 10-3
gr = Mr x n
= 381 x 5.10-3
= 1,91 gram
·
Mencari volume rata-rata
·
Mencari Molaritas HCl
Na2B4O7.10H2O
+ 2HCl à 2NaCl + 4H3BO3 + 5H2
M HCl = 0,08 M
|
Mengapa asam boraks digunakan untuk menstandarisasi larutan
HCl?
Asam boraks digunakan untuk menstandarisasi larutan HCl
karena asam boraks merupakan larutan standar primer. Prinsip pengstandarisasi
larutan yang belum diketahui konsentrasinya harus menggunakan larutan standar
primer. Larutan HCl distandarisasi karena merupakan larutan yang sifatnya mudah
menguap dan mudah bereaksi dengan senyawa yang di udara. Boraks digunakan untuk
menstandarisasi karena mudah didapat, memiliki berat ekuivalen yang tinggi
dengan keadaan murni dan stabil.
3. Pembuatan larutan standar NaOH 0,1 M
Berat NaOH
|
: 0,4 gram
|
Volume larutan NaOH
|
: 100 mL
|
Molaritas larutan NaOH
|
: 0,1 M
|
Perhitungan :
M =
0,1 =
berat = 0,4 gram
|
Mengapa larutan
NaOH harus distandarisasi?
Larutan NaOH harus
distandarisasi karena larutan NaOH bersifat higroskopis mudah mengikat air dan
bereaksi dengan CO2. Larutan ini perlu distandarisasi dengan larutan
standar primer (larutan yang sudah diketahui konsentrasinya). Selain hal
tersebut, NaOH termasuk basa yang belom diketahui secara pasti molaritasnya.
Dengan adanya larutan standar primer tersebut, perhitungan molaritas dari NaOH
dapat dengan mudah diketahui.
4. Standarisasi larutan standar NaOH 0,1 M
Volume Na-oksalat
|
: 10 mL
|
Volume akuades
|
: 90 mL
|
Volume larutan NaOH 0,1 M
|
: V1 = 3,4 ml ; V2 = 3,8 ml ;
|
Molaritas larutan NaOH
|
: 0,27 M
|
Perhitungan:
·
Mencari volume rata-rata
·
Mencari Molaritas HCl
H2C2O4 + 2NaOH à Na2C2O4 + 2H2O
M NaOH = 0,27 M
|
Mengapa
standarisasi larutan NaOH menggunakan Na-oksalat?
Standarisasi
larutan mempunyai fungsi untuk mengetahui konsentrasi larutan yang akan dibuat.
NaOH yang mempunyai sifat higroskopis mudah bereaksi dengan senyawa yang berada
di udara membuat penyimpanan sering mengalami perubahan dan menjadi tidak
murni. Hal ini sangat diperlukan karena NaOH nantinya bertindak sebagai titran.
Sehingga untuk menstandarisasi larutan NaOH, diperlukan larutan standar primer
yang bahannya mempunyai konsentrasi sangat murni dan stabil (ekuivalennya
tinggi).
Mengapa indikator
yang digunakan adalah pp (fenolftalein)?
Indikator yang
digunakan adalah fenolphtalein karena fenolphtalein tak berwarna dengan rentang
pH antara 8,3 – 10,00 sehingga akan mempermudah praktikan dalam mengetahui
titik ekivalen. Perubahan yang terjadi pada proses nitrasi ini ditandai dengan
adanya perubahan warna menjadi warna merah yang konstan dari warna asal mula
bening. Perubahan warna inilah menunjukkan bahwa proses titrasi trelah mencapai
titik ekivalen.
5. Penetapan kadar asam
asetat pada cuka
Volume larutan asam cuka
|
: 10 mL
|
Volume NaOH (titrasi)
|
: V1 = 32,8 ; V2 = 25,9 ;
|
Molaritas NaOH
|
: 0,27 M
|
Persamaan reaksi
|
: NaOH + CH3COOH à CH3COONa
+ H2O
|
Kadar total asam (% b/v)
|
: 47,54%
|
Perhitungan:
MNaOH x VNaOH x Fp = MCH3COOH
x VCH3COOH
0,27 x
29,35 x 10 = MCH3COOH x 10
MCH3COOH = 7, 92 M
M =
7,9 =
berat = 4,7547 gram
kadar =
=
= 47,54%
|
Apakah prinsip analisis kadar total asam bisa digunakan untuk menentukan keasaman produk pangan
yang lain? Jelaskan contoh aplikasinya!
Prinsip analisis kadar total
asam biasa digunakan untuk menentukan keasaman produk pangan. Contohnya yaitu
menentukan asam laktat pada susu. Caranya yaitu dengan diambil sampel susu,
dimasukkan kedalam gelas beker, kemudian tambahkan indikator PP ke dalam
larutan susu tersebut dengan larutan standar NaOH 0,1 M hingga mencapai titik
akhir titrasi. Hal ini ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda.
Harga keasaman yang diperoleh merupakan persentase dari berat asam laktat.
ANALISA
PROSEDUR
1.
Pembuatan larutan
standar HCl 0,1 M
Untuk membuat larutan standar HCl 0,1 M yang berasal dari larutan HCl
pekat 32%, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan alat-alat dan
bahan dalam keadaan steril. Kemudian menghitung jumlah volume awal yang
dibutuhkan dalam pembuatan 100 ml larutan HCl 0,1 M. Sebelum menghitung volume
awal, harus diketahui terlebih dahulu molaritasnya menggunakan rumus M =
. Melalui perhitungan tersebut, molaritas yang
didapatkan sebesar 10,43 M. setelah mendapatkan molaritas awal, maka menghitung
volume awal dengan menggunakan rumus pengenceran M1 x V1 = M2 x V2.
Didapatkan volume awal HCl 0,96 mL. Setelah didapatkan volume awal yang
dibutuhkan, maka menuangkan larutan HCl pekat 32% ke dalam beaker glass
secukupnya. Selanjutnya larutan tersebut diambil menggunakan pipet ukur ukuran
1 ml beserta bulbnya. Diusahakan dalam pegambilan larutan HCl jangan sampai
ujung pipet ukur mengenai permukaan beaker glass karena dapat menimbulkan
gelembung oksigen pada pipet ukur sehingga pengukuran tidak akurat. Setelah
larutan HCl mencapai volume 0,96 mL, memasukkan cairan HCl ke dalam labu ukuran
100 mL. Kemudian menambahkan aquades sesuai dengan volume yang ditentukan.
Apabila larutan hampir mencapai tanda batas, maka digunakan pipet tetes dalam
penambahan aquades selanjutnya. Setelah meniskus bawah larutan mencapai tanda
batas, maka labu ukur ditutup dan larutan tersebut dihomogenkan. Sehingga
terbentuklah 100 mL larutan HCl 0,1 M dari larutan pekat HCl 32%.
2.
Standarisasi Larutan
HCl dengan Boraks (Na2B4O7.10H2O)
Dalam menstandarisasi larutan HCl dengan Boraks, pertama-tama
menyiapkan boraks dalam bentuk padatan atau Kristal untuk dilarutkan. Sebelum
dilarutkan, menimbang massa boraks yang berasal dari hasi perhitungan dengan
menggunakan rumus gr = Mr x M x V. didapatkan hasil sebesar 1,91 gram. Kemudian
menimbang boraks tersebut dengan menggunakan timbangan analitik. Setelah
ditimbang, memasukkan Kristal boraks ke dalam beaker glass. Selanjutnya
menambahkan aquades secukupny lalu melarutkan Kristal boraks tersebut dengan
menggunakan batang pengaduk. Setelah larut, dipindahkan larutan boraks ke dalam
labu ukur 100 mL, kemudian menambahkan aquades lagi hingga tanda batas 100 mL.
Sebelum tanda batas, maka menggunakan pipet tetes untuk menambahkan aquade agar
aquades yang ditambahkan tidak melebihi tanda batas. Kemudian menutup labu ukur
dan menghomogenkan. Setelah larutan homogeny, larutan boraks tersebut diambil
sebanyak 10 mL dengan menggunakan pipet ukur 10 mL yang dilengkapi dengan
bulbnya yang berfungsi untuk menyedot cairan dari dalam botol. Setelah mencapai
tanda batas 10 mL, maka larutan boraks dalam pipet ukur tersebut dipindahkan ke
dalam Erlenmeyer. Setelah itu, titrasikan HCl dengan larutan boraks. Larutan
HCl merupakan larutan sekunder dengan konsentrasinya ditentukan dengan
menstandarisasi larutan tersebut dengan larutan primer (larutan boraks). Dalam
hal ini larutan HCl bertindak sebagai titran yang telah ditempatkan pada buret
dan larutan boraks sebagai titrat yang diletakkan dalam Erlenmeyer. Sebelum
dititrasi, larutan boraks yang ada pada Erlenmeyer ditambahkan indicator metil
orange sebanyak 2 tetes ke dalam larutan boraks guna menunjukkan perubahan
warna yang terjadi pada proses titrasi. Selanjutnya meletakkan Erlenmeyer
didekat buret, dibawah tempat keluarnya larutan HCl. Volume HCl sebelum dan
sesudah dikeluarkan secara perlahan dari buret harus diperhatikan, karena hal
ini sangat penting untuk perhitungan. Putar keran pada buret ke kanan dan buka
putar secara perlahan. Mengamati yang terjadi pada larutan yang ada di dalam
Erlenmeyer hingga terjadi perubahan warna. Apabila sudah terjadi perubahan
warna pada cairan dalam Erlenmeyer, keran di putar ke kiri agar berhenti.
Perubahan warna yang terjadi yaitu dengan timbul warna kuningbening setelah standarisasi
HCl dengan larutan boraks yang menunjukkan bahwa proses titrasi telah mencapai
titik ekivalennya. Selanjutnya mencatat volume HCl yang berkurang dari volume
sebelumnya yang digunakan untuk standarisasi. Melakukan hal yang sama seperti
tersebut sebanyak dua kali (duplo) untuk mencapai hasil yang akurat dalam
titrasi.
3.
Pembuatan Larutan
Standar NaOH 0,1 M
Dalam pembuatan larutan standar NaOH, hal pertama yang dilakukan adalah
dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan dipakai dalam keadaan steril. Langkah
selanjutnya adalah menimbang NaOH terlebih dahulu, karena NaOH ini berbentuk
kristal. Untuk mendapatkan massa yang ingin ditimbang, maka dilakukan
perhitungan terlebih dahulu untuk mencari massa NaOH agar larutan yang
didapatkan nanti mempunyai konsentrasi 0,1 M. Setelah perhitungan didapatkan,
maka mengambil kristal NaOH dan menimbangnya dengan menggunakan timbangan
analitik yang berfungsi untuk menimbang massa suatu zat dengan tingkat
ketelitian yang tinggi. Dan sebelum ditimbang, timbangan analitik harus
dikalibrasikan terlebih dahulu. Cara mengkalibrasi timbangan analitik yaitu
dengan membuka kaca yang berada disamping timbangan, kemudian memasukkan gelas
arloji dan menaruhnya di dalam kaca tersebut. Setelah itu menekan tombol zero
agar tertera angka 0,000 gram. Kemudian membuka kaca kembali dan menaruh
Kristal NaOH dengan menggunakan spatula yang tersedia. Dan segera menutup kaca
tersebut. Dalam perhitungan, didapatkan massa yang harus ditimbang 0,4 gram.
Setelah NaOH yang ditimbang sesuai dengan perhitungan, makam Kristal NaOH
dimasukkan ke dalam beaker glass. Untuk selanjutnya ditambahkan aquades
secukupnya untuk melarutkan kristal NaOH dan mengaduknya dengan menggunakan
batang pengaduk. Setelah kristal NaOH larut dalam aquades, maka larutan tersebut
dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml. Kemudian menambahkan aquades lagi hingga
tanda batas dari labu ukur 100 ml. Jika akquades sudah mendekati tanda batas,
maka digunaan pipet tetes untuk penambahan aquadesnya. Larutan bening mencapai
tanda batas 100 ml dilihat dari cekungan terbawah (meniskus bawah) yang berada
tepat di tanda bata. Setelah mencapai tanda batas, maka labu ukur tersebut
ditutup dan dihomogenkan. Dengan demikian, maka terbentuklah larutan standar
0,1 M
4.
Standarisasi NaOH
dengan H2C2O4.2H2O
(asam oksalat)
Dalam menstandarisasi NaOH dengan H2C2O4.2H2O
(asam oksalat), langkah-langkah yang perlu dilakukan yaitu dengan menyiapkan alat dan
bahan dalam keadaan steril. Selanjutnya menyiapkan asam oksalat dan mengambil
asam oksalat sebanyak 10 mL dengan menggunakan pipet ukur 10 mL yang dilengkapi
dengan bulb yang berfungsi untuk menyedot cairan dari dalam botol. Setelah
mencapai tanda batas 10 mL, maka asam oksalat dipindahkan ke dalam Erlenmeyer. Kemudian
ditambahkan dengan larutan PP (fenolphtalein) yang bertindak sebagai indikator.
Setelah itu, NaOH dititrasi dengan H2C2O4.2H2O
(asam oksalat) dengan menggunakan buret. Larutan NaOH merupakan larutan sekunder
yang konsentrasinya ditentukan dengan menstandarisasi larutan tersebut dengan
larutan primer, dalam hal ini asam oksalat bertindak sebgai larutan primer.
Selanjutnya meletakkan Erlenmeyer didekat buret, dibawah tempat keluarnya
larutan NaOH. Volume NaOH sebelum dan sesudah dikeluarkan secara perlahan dari
buret harus diperhatikan, karena hal ini sangat penting untuk perhitungan.
Putar keran pada buret ke kanan dan buka putar secara perlahan. Mengamati yang
terjadi pada larutan yang ada di dalam Erlenmeyer hingga terjadi perubahan
warna. Apabila sudah terjadi perubahan warna pada cairan dalam Erlenmeyer,
keran di putan ke kiri agar berhenti. Perubahan warna yang terjadi yaitu dengan
timbul warna merah muda pudar setelah standarisasi NaOH dengan asam oksalat
yang menunjukkan bahwa proses titrasi telah mencapai titik ekivalennya.
Selanjutnya mencatat volume NaOH yang berkurang dari volume sebelumnya yang
digunakan untuk standarisasi. Melakukan hal yang sama seperti tersebut sebanyak
dua kali (duplo) untuk mencapai hasil yang akurat dalam titrasi.
5.
Penetapan Kadar Asam
Asetat pada Cuka
Penetapan kadar asam asetat pada Cuka, pertama-tama dengan mengambil
asam cuka dalam botol. Selanjutnya menuangkan asam cuka secukupnya ke dalam
beaker glass. Kemudian sebanyak 10 mL larutan asam cuka diambil menggunakan
pipet ukur 10 mL. Asam cuka yang diambil tidak perlu diencerkan lagi. Hal ini
dikarenakan sudah dalam keadaan encer dengan FP asam cuka 10 mL. Kemudian
meletakkan asam cuka yang semula di pipet ukur langsung ke dalam Erlenmeyer.
Setelah itu, menitrasi larutan tersebut dengan NaOH yang ditempatkan pada
buret. Sebelum dititrasi, menambahkan indicator PP (fenolphtalein) sebanyak 2
hingga 3 tetes ke dalam Erlenmeyer dan digoyangkan agar terlarut. Penambahan
ini guna untuk menunjukkan adanya perubahan warna yang terjadi. Kemudian
meletakkan Erlenmeyer dibawah buret tempat keluarnya larutan NaOH. Dilanjutkan
dengan titrasi dengan cara membuka kran buret secara perlahan-lahan, dan
menggoyangkan labu Erlenmeyer agar tercampur rata hingga terlihat perubahan
warna menjadi merah muda pudar yang menandakan titik akhir titrasi. Apabila
volume NaOH terlalu berlebih pada Erlenmeyer menjadikan perubahan warna pink
tua menandakan hasil praktikum kurang akurat. Oleh karena itu, melakukan hal
yang sama seperti tersebut sebanyak dua kali (duplo) untuk mencapai hasil yang
akurat dalam titrasi.
ANALISA HASIL
1.
Pembuatan Larutan
Standar HCl 0,1 M
·
Mencari konsentrasi larutan
M =
=
= 10,43 M
·
Mencari volume larutan
M1 x V1 = M2
x V2
10,43 x V1 = 0,1 x 100
V1 = 0,96 mL
Dalam pembuatan larutan standar harus mengetahui konsentrasi awal dan
Volume awal untuk menentukan volume dan molar yang dibuat (Wegner, 2008).
2.
Standarisasi Larutan
HCl 0,1 M
Dihitung terlebih dahulu massa boraks yang
dibutuhkan
·
Perhitungan pembuatan
boraks (Mr = 381, M=0,05)
n = M x V
= 0,05 x
0,1
= 5 x 10-3
gr = Mr x n
= 381 x
5.10-3
= 1,91
gram
·
Mencari volume rata-rata
Volume titrasi : Sampel 1 : 12,3 ml
Sampel 2 :
11,4 ml
Volume rata-rata : 11,85 ml
·
Mencari Molaritas HCl
Na2B4O7.10H2O
+ 2HCl à 2NaCl + 4H3BO3 + 5H2
M HCl = 0,08 M
Indikator metil orange yang ditambahkan pada larutan boraks akan
menyebabkan perubahan warna pada larutan dalam erlenmeyer (larutan boraks) yang
menandakan bahwa titrasi telah mencapai titik ekivalen. Pernyataan tersebut
sesuai dengan percobaan standarisasi larutan HCl dengan larutan boraks,
indikator metil orange ditambahkan sebanyak 2 tetes ke dalam larutan boraks,
kemudian di titrasi dan menimbulkan perubahan warna kuning bening setelah
mencapai titik ekivalen (Achmadi, 2004).
3.
Pembuatan Larutan
Standar NaOH 0,1 M
M =
0,1 =
berat = 0,4 gram
Untuk
membuat suatu pengeceran kristal perlu diketahui massa Kristal lalu baru
dilarutkan (Sumardjo, 2009).
4.
Standarisasi NaOH
dengan H2C2O4.2H2O
(asam oksalat)
·
Mencari volume rata-rata
·
Mencari Molaritas HCl
H2C2O4 + 2NaOH à Na2C2O4 + 2H2O
M NaOH = 0,27 M
Sesuai dengan perhitungan tersebut, molaritas yang
didapatkan tidak sesuai dengan yang diharapkan, yaitu 0,1 M. Hal ini bisa
disebabkan oleh larutan NaOH yang dipakai titrasi memiliki molaritas yang
tinggi ataupun kemurnian NaOH yang sudah berkurang akibat kontaminasi. Selain
itu, bisa juga dikarenakan dalam pembuatan larutan NaOH tersebut memang dengan
molaritas yang tinggi.
Indikator PP digunakan untuk mentitrasi asam
oksalat dengan larutan HCl,
karena pada saat pentitrasian pada saat titik ekuivalen akan terjadi perubahan
warna menjadi merah muda pudar. Namun, dikarenakan pada saat praktikum terjadi terlalu banyak asam oksalat yang
dititrankan, maka larutan menjadi merahmuda
pekat
(Watson, 2007).
5.
Penetapan Kadar Asam
Asetat pada Cuka
MNaOH x VNaOH
x Fp = MCH3COOH x VCH3COOH
0,27 x 29,35 x 10 = MCH3COOH x 10
MCH3COOH = 7, 92 M
M =
7,9 =
berat = 4,7547 gram
Rumus yang digunakan dalam
perhitungan massa zat, molaritas suatu larutan, volume pengenceran serta kadar
asam asetat sesuai dengan rumus yang tercantum dalam buku (Chang, 2005).
kadar =
=
= 47,54%
Asam cuka diletakkan di dalam erlenmeyer dan ditambahkan inidikator PP
sebanyak 2 tetes, kemudian di titrasi dengan larutan standar sekunder NaOH,
diamati perubahan warna yang terjadi yaitu saat tetesan naoh berubah warna
menjadi pink muda. Perubahan tersebut menunjukkan bahwa titrasi telah mencapai
titik ekivalen atau titik akhir titrasi. Kemudian, dicatat jumlah volume NaOH
yang digunakan untuk titrasi agar dapat
dihitung molaritas kadar asam asetat pada cuka (Nana
Sutresna, 2008).
Indikator PP (fenolftalein) yang diberikan pada
larutan asam cuka menimbulkan perubahan warna pada larutan dalam erlenmeyer
yang berarti titrasi telah mencapai titik ekivalen. Hal tersebut sesuai pada
percobaan titrasi asam cuka dengan NaOH guna menentukan kadar asam asetat pada
cuka. Asam cuka ditambahkan indikator PP sebanyak 2 tetes dan di titrasi, dan
menimbulkan perubahan warna pink muda setelah mencapai titik ekivalen (Widyatmoko,
2009).
KESIMPULAN
Titrasi asidi alkalimetri
atau titrasi netralisasi asam basa adalah proses titrasi yang tidak
mengakibatkan terjadinya perubahan valensi maupun terbentukya endapan atau
terjadinya suatu senyawa kompleks dari zat-zat yang saling
bereaksi. Praktikum ini
bertujuan untuk membuat larutan standar HCl 0,1 M, membuat
larutan standar sekunder NaOH 0,1 M dan standar primer H2C2O4,
melakukan standarisasi larutan HCl 0,1 M dan NaOH 0,1 M, menggunakan
larutan standar NaOH 0,1 M untuk menetapkan kadar asam asetat cuka perdagangan. Dalam praktikum ini, molaritas
HCl dalam pembuatan larutan standar yaitu 10,43 M dan volume yang dibutuhkan
untuk membuat larutan standar HCl 0,1 M yaitu sebanyak 0,96 ml. Massa boraks
yang digunakan untuk standarisasi yaitu sebanyak 1,9 gram dan molaritas HCl
yang didapatkan setelah titrasi yaitu 0,08 M. Dibutuhkan 0,4 gram untuk membuat
larutan standar NaOH 0,1M. Molaritas NaOH yang didapatkan setelah dilakukan
titrasi yaitu 0,27 M. Kadar asam asetat dalam cuka yang didapatkan dari
praktikum ini yaitu sebesar 47,54%.
DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J. 2004. Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including
Elementary Instrumental Analysis. London: Longman Group UK Limited
Brady,James E. 2004. Foundamental of Chemistry.New York : Sons, inc.
Cairns, Donald. 2004. Essentials of Pharmaceutical Chemistry. England : Royal Pharmaceutical
Society of Britain
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar : Konsep-konsep Inti. Jakarta : Penerbit Erlangga
Day, R.A dan Underwood, A.L. 2004. Analisis Kimia Kuantitatif Alih bahasa : Iis
Sofyan. Jakarta : Penerbit Erlangga
Ismunandar. 2008. Olimpiade Kimia Internasional. Jakarta: PT Wahyumedia
Khopkar, S. 2007. Kimia Farmasi Analitik. Jakarta : UI
Press
Mulyono, Hadisoewoyo. 2009. Daftar Istilah Kimia Analitik. Jakarta :
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Robinson. 2004. General
Chemistry.D.C.Health
Rohman. 2007. Kimia
Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organik Stereokimia, Karbohidrat,
Lemak, dan Protein. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Sunarya, Yayan. 2007. Kimia Dasar. Medan : USU Press
Unerwood, A.L. 2005. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga
Widiarto, Sanny. 2009. Kimia Analitik 1. Yogyakarta : GMU Press
Tanggal
|
Nilai
|
Paraf Asisten
|
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
Achmadi, Suminar S.
2004. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga
Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia :Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program
Strata 1 Fakultas Bioeksakta.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sutresna, Nana. 2008. Kimia. Jakarta : Grafindo
Media Pratama
Watson, David G. 2004. Analisis Farmasi. Jakarta : EGC
Widyatmoko. 2009. Kimia
Dasar. Jakarta : Universitas Trisakti
Wegner, Frank.
2008. Encyclopedia of Chemical Technology
3rd Ed. New York : Mary Finch