BAB
II
IDENTIFIKASI
ALDEHID DAN KETON
TUJUAN:
- Membedakan
senyawa aldehid dan keton dengan menggunakan uji Tollens dan Fehling
- Memahami
reaksi yang terjadi selama uji Tollens dan Fehling
A.
Pre-lab
1. Jelaskan
perbedaan mendasar antara aldehid dan keton!
Perbedaan yang mendasar
antara aldehid dan keton adalah gugus fungsinya, walaupun aldehid dan keton
memiliki rumus umum yang sama yaitu CnH2nO dan
merupakan senyawa sederhana yang mengandung sebuah gugus karbonil (sebuah
ikatan rangkat rangkap C=O). Dari hal tersebut, jelas bahwa golongan aldehid
dengan keton berisomer fungsi. Namun, aldehid memiliki sebuah atom hidrogen
yang terikat pada gugus karbonilnya. Hal ini yang menyebabkan aldehid sangat
mudah teroksidasi menjadi asam karboksilat yang mengandung jumlah atom karbon
yang sama banyaknya. Gugus sisanya dapat berupa atom hidrogen lain atau gugus
organik alifatik atau aromatik. Gugus –CH=O yang merupakan ciri dari aldehida
sering disebut gugus formil. Selain itu aldehid dapat bereaksi dengan
pereaksi Fehling menghasilkan endapan merah bata serta dapat bereaksi dengan
pereaksi Tollens yang akan membentuk cermin perak. Sedangkan keton merupakan
senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus karbonil terikat pada satu atau
dua gugus alkil. Dapat juga dikatakan sebagai senyawa organik yang karbon
karbonilnya dihubungkan dengan dua karbon lainnya. Selain itu keton tidak
memiliki atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil, sehingga tidak mudah
dioksidasi dan juga keton tidak dapat bereaksi baik dengan pereaksi Fehling
maupun pereaksi Tollens. Keton hanya dapat dioksidasi dengan menggunakan agen
pengoksidasi kuat yang memiliki kemampuan untuk memutus ikatan karbon-karbon.
Berikut adalah rumus struktur dari aldehid dan keton (Wilbraham et al, 2008).
O
O
H2
H3C C C
H3C C
H CH3
(aldehid)
(keton)
|
||||||||
2. Jelaskan
prinsip uji Tollens !
Uji Tollens
merupakan salah satu uji yang digunakan untuk membedakan mana yang termasuk
senyawa aldehid dan mana yang termasuk senyawa keton. Prinsip dari uji
Tollens yaitu jika aldehid dioksidasi dengan pereaksi Tollens, terbentuk asam
karboksilat, dan pada saat itu ion perak direduksi menjadi logam perak. Perak
ini kemudian mengendap sebagai cermin pada permukaan dalam tabung reaksi. Dan
reaksi ini hanya terjadi pada aldehid. Sedangkan keton tidak bereaksi dengan
reagen Tollens (Clugston, 2005).
Berikut adalah
contoh persamaan reaksi apabila asetaldehid dioksidasi dengan pereaksi
Tollens (Siswoyo, 2009).
O O
CH3 C H
+ 2[Ag(NH3)2]+ + 2OH- à CH3 C
O NH4+ +
2Ag + 3NH3 + H2O
|
||||||||
3. Apa fungsi
pereaksi fehling pada uji fehling?
Pereaksi
fehling pada uji fehling terdiri
atas dua larutan, yaitu larutan Fehling A dan larutan Fehling B. Larutan
Fehling A adalah larutan CuSO4 dalam air
sedangkan larutan Fehling B adalah larutan garam Kalium-Natrium tartrat dalam
air. Kedua macam larutan ini disimpan terpisah baru dicampur menjelang
digunakan untuk memeriksa suatu karbohidrat. Aldehid dengan pereaksi Fehling
dapat bereaksi menghasilkan endapan Cu2O yang berwarna merah bata.
Dalam pereaksi ini, ion Cu++ direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa akan
diendapkan sebagai Cu2O. Untuk mengetahui gula pereduksi yang
mempunyai sifat reduksi lebih kuat, reaksi fehling lebih jelas perubahan
warnanya. Dalam larutan glukosa 1% pereaksi Fehling akan menghasilkan endapan
berwarna merah bata, sedangkan apabila digunakan larutan yang lebih encer
misalnya glukosa 0,1 % endapan yang terjadi berwarna hijau kekuningan.
Pereaksi Fehling (kompleks tartrat tembaga (II) sulfat) adalah pereaksi yang
dapat digunakan untuk menguji gula pereduksi. Pereaksi Fehling mampu mengoksidasi
senyawa golongan Alkanal (Aldehida) sedangkan senyawa golongan Alkanon
(Keton) tidak dapat dioksidasi oleh Pereaksi Fehling (Suyatno, 2007). Pada umumnya senyawa keton tidak
mudah dioksidasi dan aldehid mudah dioksidasi. Senyawa asetal dehid dan formal
dehid merupakan aldehid dapat bereaksi atau memberi uji positif terhadap
penambahan fehling A & B dimana hasilnya endapan merah bata Cu2O
setelah pemanasan. Keton sukar teroksidasi oleh fehling karena senyawa keton
tidak mempunyai atom H yang menempel pada karbonil. Keton tidak memberikan
tes yang positif pada fehling maupun benedict. Berikut adalah persamaan
reaksinya (Aryanti, 2010).
O O
R
C H + 2 CuO à R C
OH + Cu2O
(endapan merah)
|
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Aldehid
Aldehid merupakan senyawa polar sehingga titik
didihnya lebih besar dari senyawa non polar. Aldehid memiliki bau yang sangat
merangsang. Karakteristik aldehid yaitu apabila dioksidasi dapat menjadi asam
karboksilatnya. Aldehida dapat direduksi dengan gas H2 membentuk
alkohol primer (Gorzynski, 2006).
Sedangkan menurut Santoso (2008), aldehid
merupakan salah satu senyawa karbon yang memiliki gugus karbonil. Gugus
tersebut terletak di ujung rantai karbon induk yang diakhiri dengan atom
hidrogen. Struktur aldehid adalah R-CHO, di mana R adalah rantai hidrokarbon.
2.2 Pengertian Keton
Keton adalah suatu senyawa organik yang
mempunyai sebuah gugus karbonil (C=O) terikat pada dua gugus alkil, dua gugus
aril, atau sebuah alkil dan sebuah aril. Struktur keton adalah R-CO-R (Santoso,
2008).
Sedangkan menurut Gorzynski (2006), keton
merupakan senyawa volatile tak
berwarna. Keton dapat digunakan sebagai pelarut. Karakteristik keton yaitu
tidak dapat bereaksi dengan pereaksi Tollens dan Fehling. Keton dapat direduksi
dengan gas H2 membentuk alkohol sekunder.
2.3 Tinjauan Bahan
a.
Aseton
Aseton, juga
dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2-on,
dimetilformaldehida, dan β-ketopropana, adalah senyawa berbentuk cairan yang
tidak berwarna dan mudah terbakar. Aseton
merupakan keton yang paling sederhana. Senyawa ini memiliki rumus struktur C3H6O, kepadatan sebesar 791,00 kg/m³, memiliki titik didih sebesar 56 °C, massa molarnya 58,08 g/mold an
titik lebur sebesar -95 °C. Aseton dapat larut dalam air, tetapi keton yang lebih tinggi tidak
dapat larut dalam air. Aseton digunakan sebagai pelarut senyawa organik
misalnya untuk membersihkan cat kuku dan pada industri sebagai bahan pembuatan
kloroform (obat bius) (Suyatno, 2007).
b.
Glukosa
Glukosa adalah suatu gula enam-karbon
sederhana. Dalam makhluk hidup, energi untuk sebagian fungsi sel dan jaringan
berasal dari glukosa. Glukosa merupakan zat padat putih berkristal, larut dalam
air, tetapi sukar larut dalam alkohol. Glukosa memiliki rumus struktur C6H12O6, massa molar 180,1559
g/mol, titik lebur 146 °C, dan kepadatan 1,54 g/cm³ (Sacher, 2006)
c.
Fruktosa
Fruktosa adalah zat
padat berkristal tak berwarna, mudah larut dalam air dan alkohol daripada glukosa. Kristal fruktosa akan terurai pada suhu
103°C-105°C. Fruktosa akan membentuk fruktosazon apabila dipanaskan dengan
larutan fenil hidrazin. Fruktosa memiliki rumus struktur C6H12O6, massa molar
sebesar 180,16 g/mol. Sedangkan titik leburnya 103 °C dan titik didihnya 440 °C serta memiliki kepadatan sebesar 1,69
g/cm³ (Sumardjo, 2008).
d.
Formalin
Senyawa kimia
formaldehida, merupakan aldehida dengan rumus kimia CH2O, yang
bentuknya gas, atau cair yang dikenal sebagai formalin. Formalin memiliki kepadatan 815,30 kg/m³, titik didih -19 °C , massa
molar 30,031 g/mol, titik lebur -92 °C. Formalin efektif untuk
membunuh kuman, jamur, dan virus sehingga sering digunakan untuk mensterilisasi
alat-alat kedokteran. Dalam industri, formalin digunakan sebagai bahan baku
pembuatan plastik, dan karet sintesis (Sutresna, 2007).
e.
Tollens AgNO3
Tollens AgNO3 merupakan
larutan yang didapat dengan cara melarutkan AgNO3 berwujud padat dengan aquades. Larutan ini tidak berwarna, tidak berbau,
larut dalam air dan memiliki densitas sebesar 1,013 g/cm3. Larutan ini digunakan sebagai bahan dasar uji Tollens (Suyatno, 2007).
f.
NH4OH
Merupakan larutan
tidak berwarna, disebut juga amonia. Larutan ini berbahaya karena bersifat
korosif. Selain itu larutan ini berbau seperti ammonia, memiliki densitas
sebesar 1,02 g/cm3, dan dapat larut dalam air. Larutan ini banyak digunakan sebagai bahan pembersih rumah tangga,
pembuatan tekstil, pupuk, dan plastik (Suyatno, 2007).
g. NaOH
NaOH berwarna putih atau praktis putih, berbentuk serpihan atau batang.
Sangat basa, keras, dan rapuh.
Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbondioksida dan lembab. mudah
larut dalam air dan dalam etanol tetapi tidak larut dalam eter. Senyawa ini
mempunyai massa molar 39,997 g/mol, kepadatan 2,13 g/cm³, titik lebur 318 °C
dan titik didih sebesar 1.388 °C. Senyawa ini sangat
mudah terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida (Mulyono, 2006).
h.
Fehling A
Perekasi
Fehling adalah oksidator lemah yang merupakan pereaksi khusus untuk mengenali
aldehida. Fehling A merupakan larutan
CuSO4 (Sunaryo, 2007).
i.
Fehling
B
Fehling B merupakan campuran larutan NaOH dan kalium natrium tartrat.
Pereksi Fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, sehingga
diperoleh suatu larutan yang berwarna biru tua. (Sunaryo, 2007).
j.
Aquades
Aquades berfungsi sebagai pelarut padatan dalam pembuatan larutan. Aquades bersifat murni digunakan sebagai pengencer larutan untuk
mengurangi kepekatan larutan. Aquades memiliki rumus molekul H2O, massa molar sebesar 18.0153 g/mol,
densitas dan fase 0.998 g/cm³,cairan 0.92 g/cm³, padatan. Selain itu aquades
memiliki titik lebur 0 °C dan titik didih 100 °C. Aquades memiliki pH netral
dan bukan merupakan zat pengoksidasi yang kuat (Mulyono, 2006).
DIAGRAM
ALIR
1.
Uji Tollens
|
||||
Dimasukkan ke dalam
tabung reaksi
Ditambah NH4OH
sampai endapan hilang
Ditambah 1 mL sampel
(aseton, fruktosa, glukosa, sukrosa, formaldehid)
Dipanaskan ± 2 menit
Diamati perubahan yang
terjadi
|
2. Uji
Fehling
|
||||
Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
|
Ditambahkan 5 tetes NaOH
Ditambahkan 1 mL sampel
(aseton, fruktosa, glukosa, sukrosa, formaldehid)
Dipanaskan ± 2 menit
Diamati perubahan yang
terjadi
|
C.
Hasil
Percobaan Dan Pengamatan :
1.
Data Hasil Uji Tollens
No.
|
Nama Sampel
|
Reagen Tollens + NH4OH
|
Sampel + Reagen Tollens (tanpa pemanasan)
|
Sampel + Reagen Tollens (setelah
pemanasan)
|
Hasil uji (+)/(-)
|
1.
|
Glukosa
|
Bening
|
Agak keruh
|
Terbentuk cermin perak
|
(+)
|
2.
|
Sukrosa
|
Bening
|
Bening
|
Tidak terbentuk cermin perak
|
(-)
|
3.
|
Fruktosa
|
Bening
|
Bening
|
Terbentuk cermin perak
|
(+)
|
4.
|
Formalin
|
Bening
|
Terbentuk cermin perak
|
Terbentuik cermin perak
|
(+)
|
5.
|
Aseton
|
Bening
|
Bening
|
Tidak terbentuk cermin
|
(-)
|
2.
Data Hasil Uji Fehling
No.
|
Nama Sampel
|
Reagen Fehling + NH4OH
|
Sampel + Reagen Fehling (tanpa pemanasan)
|
Sampel + Reagen Fehling (setelah
pemanasan)
|
Hasil uji (+)/(-)
|
1.
|
Glukosa
|
Biru Tua
|
Biru Muda
|
Terbentuk endapan merah bata
|
(+)
|
2.
|
Sukrosa
|
Biru Tua
|
Biru Muda
|
Tidak terbentuk endapan merah bata
|
(-)
|
3.
|
Fruktosa
|
Biru Tua
|
Biru Muda
|
Terbentuk endapan merah bata
|
(+)
|
4.
|
Formalin
|
Biru Tua
|
Biru Muda
|
Terbentuk enadapan merah bata
|
(+)
|
5.
|
Aseton
|
Biru Tua
|
Biru Muda
|
Tidak terbentuk endapan merah bata
|
(-)
|
1. Bahas dan bandingkan data-data hasil uji
Tollens dari beberapa sampel dalam percobaan ini!
a. Prinsip uji Tollens
Pereaksi
Tollens, merupakan pengoksidasi ringan. Dalam uji ini digunakan larutan basa
dari perak nitrat (AgNO3) dengan larutan yang jernih dan tidak
berwarna. Prinsip dari uji Tollens adalah membedakan gugus aldehid dan keton
dalam suatu sampel dengan penambahan reagen Tollens berupa AgNO3. Jika
aldehid dioksidasi dengan pereaksi Tollens (AgNO3), maka gugus
aldehid akan terebentuk anion karboksilat. Sementara itu ion Ag+
akan direduksi oleh reagen Tollens menjadi Ag (perak). Perak ini kemudian
mengendap sebagai cermin pada permukaan dalam tabung reaksi. Reaksi ini hanya
terjadi pada aldehida, keton tidak bereaksi dengan reagen Tollens. Reaksi
dengan pereaksi Tollens mampu mengubah ikatan CHO pada aldehid menjadi ikatan
COOH pada asam karboksilat. Uji positifnya akan terbentuk cermin perak pada
dasar tabung. Berikut reaksi yang terjadi adalah (Pavia, 2005).
O
O
R – C – H + Ag2O à R – C – OH
+ 2Ag
b. Analisis prosedur
Pada
percobaan uji Tollens, alat-alat yang dibutuhkan antara lain pipet volume
beserta bulb yang digunakan untuk mengambil larutan sampel yang akan diuji dan
reagen sesuai dengan volume yang tertera, pipet tetes yang digunakan untuk
mengambil reagen, tabung reaksi yang digunakan untuk tempat meletakkan sampel
yang akan diuji, bunsen dan korek digunakan untuk memanaskan sampel yang diuji,
penjepit tabung reaksi digunakan untuk menjepeit tabung saat dipanaskan di atas
bunsen, dan rak tabung reaksi yang digunakan untuk tempat meletakkan tabung
reaksi. Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain, larutan
AgNO3 5% yang digunakan untuk bahan pembuatan reagen Tollens, NH4OH
digunakan untuk mencegah pengendapan ion perak serta membentuk suasana basa.
Selain itu bahan yang digunakan berupa aseton, fruktosa, glukosa, sukrosa, dan
formaldehid yang digunakan sebagai sampel.
Uji Tollens
diawali dengan menyiapkan 5 buah tabung reaksi lengkap dengan pemberian label
pada setiap tabung reaksi sesuai dengan nama-nama sampelnya. Pemberian label
ini bertujuan agar tidak tertukar antara sampel satu dengan lainnya. Setelah
tabung reaksi siap, maka memasukkan 1 mL AgNO3 5% yang berfungsi
sebagai oksidator lemah ke dalam tabung reaksi dengan menggunakan bulb dan
pipet volume. Lalu ditambahkan NH4OH sebanyak 5 tetes dengan
menggunakan pipet tetes. Fungsi NH4OH ini adalah mencegah terjadinya
pengendapan AgNO3. NH4OH akan melepas Ag dari NO3
dan mencegah terjadinya endapan (Suyatno, 2007). Endapan hanya akan terjadi
jika bereaksi dengan larutan gugus aldehid. Lalu diamati warna yang terjadi
setelah penambahan reagen Tollens dengan NH4OH dan dicatat dalam
tabel data pengamatan. Selanjutnya ditambahkan 1 mL sampel yang akan diuji di
masing-masing tabung yang sudah diberi label dengan menggunakan bulb dan pipet volume.
Sampel yang diuji dalam praktikum ini adalah aseton, fruktosa, glukosa,
sukrosa, dan formaldehid. Setelah sampel dimasukkan, maka akan diamati
perubahan yang terjadi sebelum dilakukan pemanasan dan dicatat dalam tabel data
pengamatan. Selanjutnya tabung reaksi setiap sampel dipanaskan dengan bunsen
sebagai sumber api dan menggunakan penjepit tabung reaksi selama kurang lebih
dua menit atau sampai terlihat mendidih. Dalam pemanasan ini dilakukan dengan
menggoyang tabung secara perlahan agar homogen antara larutan AgNO3
dan NH4OH serta sampel yang ada. Kemudian mengamati perubahan yang
terjadi pada masing-masing tabung tersebut dan dicatat dalam tabel data
pengamatan. Hasil yang didapat diamati dan diidentifikasi adalah ada tidaknya
gugus aldehid. Gugus aldehid ditandai dengan adanya endapan perak hasil reduksi
pereaksi Tollens oleh sampel aldehid (Poedjiadi, 2007).
c. Analisis hasil dibandingkan dengan
literatur dan sitasi
Berdasarkan
hasil pengamatan, didapatkan pada proses pertama penambahan reagen Tollens
dengan NH4OH menghilangkan endapan Ag yang terbawa pipet dari botol
penyimpanan. Warna yang ditunjukkan pada kelima tabung reaksi tersebut berwarna
bening sebelum dimasukkan sampel. Kemudian pada uji sampel glukosa, sebelum
pemanasan berwarna agak keruh. Namun, setelah sampel dipanaskan akan terbentuk
cermin perak. Pada uji sampel fruktosa sebelum pemanasan berwarna benong dan
setelah pemanasan terbentuk cermin perak. Berdasarkan hasil tersebut, maka
keduanya disebut senyawa aldehid. Tetapi berdasarkan literatur, fruktosa
merupakan senyawa keton, namun fruktosa memiliki gugus OH yang dapat
teroksidasi oleh reagen sehingga bereaksi positif dengan Tollens. Sedangkan
glukosa adalah benar senyawa aldehid (Brown, 2006). Lalu pada uji sampel
formalin, tanpa pemanasan sudah terbentuk endapan perak yang menunjukkan bahwa
formalin adalah senyawa aldehid. Laju reaksi pada uji formalin cepat sehingga
tidak dibutuhkan pemanasan. Pada uji sampel aseton sebelum dipanaskan berwarna
bening dan setelah dipanaskan tidak terbentuk cermin perak. Kemudian pada uji
sukrosa sebelum pemanasan tetap berwarna bening, tetapi ketika setelah
dipanaskan tidak terbentuk cermin perak. Hal ini menunjukkan bahwa sukrosa dan
aseton bukanlah senyawa aldehid melainkan senyawa keton (Brown, 2006).
Dari hasil
di atas maka sampel yang dapat digolongkan sebagai senyawa aldehida adalah
formalin dan glukosa karena hasil uji Tollensnya membentuk endapan perak. Hal ini terjadi karena senyawa
aldehid mempunyai atom hidrogen yang terikat pada gugus karbon. Dimana kedua
tangan gugus karbonilnya tidak mengikat kedua gugus alkil sehingga aldehid
mengalami oksidasi dengan mudah. Senyawa aldehid adalah senyawa yang mudah
teroksidasi dengan menggunakan uji Tollens, dimana pada penambahan larutan Tollens akan memberikan reaksi
positif positif. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan Harold (2005), bahwa jika aldehida dioksidasi dengan pereaksi Tollens,
terbentuk asam karboksilat, dan pada saat itu juga akan terbentuk ion
perak yang kemudian direduksi
oleh reagen Tollens menjadi perak. Perak tersebut akan menempel pada dinding
tabung. Sedangkan menurut Wilbraham (2008), fruktosa menghasilkan endapan perak
tetapi bukanlah senyawa aldehid karena fruktosa mengalami tautomerisasi, sehingga ketika direaksikan dengan pereaksi
Tollens bereaksi positif
dengan menghasilkan cermin perak. Fruktosa dapat dioksidasi
oleh Tollens karena fruktosa mudah teroksidasi dan dalam larutan basa berada
dalam kesetimbangan dengan dua aldehida diastereomerik serta penggunaan zat
antara enadiol. Fruktosa
merupakan alfa – hidroksi keton, yaitu keton yang
mempunyai gugus karbonil melekat pada karbon pembawa gugus hidroksil,
memberikan uji positif dengan pereaksi Tollens, Benedict dan Fehling. Sedangkan aseton merupakan senyawa keton karena
tidak menghasilkan endapan perak pada uji Tollens. Ini dikarenakan keton tidak dapat dioksidasi,
berarti reaksi negatif. Keton tidak dapat dioksidasi karena keton memiliki dua
gugus alkil (aril) yang terikat pada karbon karbonil. Sedangkan pada
sukrosa tidak dapat teroksidasi karena H yang berada pada glukosa dan OH yang
berada pada fruktosa, keduanya saling berikatan sehingga gugus OH tidak dapat
dioksidasi oleh reagen Tollens karena sudah digunakan untuk berikatan dengan H (Kuchel, 2006).
d. Reaksi setiap sampel (Sastrohamidjojo,
2005).
·
Aseton
dengan pereaksi Tollens
O
H3C – C – CH3 + Ag2O (Tidak terjadi reaksi)
·
Glukosa
dengan pereaksi Tollens
CH2OH(CHOH)4CHO + Ag2O CH2OH(CHOH)4COOH
+ 2Ag
(Glukosa) (Pereaksi Tollens) (Terbentuk asam asetat) (endapan perak)
·
Fruktosa
dengan pereaksi Tollens
·
Formalin
dengan pereaksi Tollens
O
O
H – C – H + Ag2O H – C – OH +
2Ag
(Formalin) (Pereaksi Tollens) (Asam Karboksilat) (endapan perak)
·
Sukrosa
dengan pereaksi Tollens
2. Bahas dan bandingkan data-data hasil uji
Fehling dari beberapa sampel dalam percobaan ini!
a. Prinsip uji Fehling
Pereaksi
Fehling adalah larutan biru dari tembaga sulfat yang susunannya agak berbeda. Prinsip
dari uji Fehling adalah membedakan gugus aldehid dalam dan keton dalam suatu
sampel dengan menambahkan reagen fehling A dan Fehling B dimana Fehling A
merupakan larutan CuSO4 dan Fehling B merupakan NaOH dan Natrium
Kalium Tartrat. Aldehid akan dioksidasi membentuk asam karboksilat, sementara
ion Cu2+ akan tereduksi menjadi ion Cu+. Reaksi positif
pada uji ini ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata (Cu2O)
(Sunarya dan Setiabudi, 2007).
b. Analisis prosedur
Pada uji
Fehling, alat-alat yang dibutuhkan antara lain, pipet tetes yang digunakan
untuk mengambil reagen, pipet volume beserta bulb yang digunakan untuk
mengambil larutan sampel yang akan diuji dan reagen sesuai dengan volume yang
tertera, tabung reaksi digunakan untuk tempat meletakkan sampel yang akan
diuji, bunsen dan korek digunakan untuk memanaskan sampel yang diuji, penjepit
tabung reaksi digunakan untuk menjepit tabung saat dipanaskan di atas bunsen,
dan rak tabung reaksi yang digunakan untuk tempat meletakkan tabung reaksi.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah Fehling A dan Fehling B yang
digunakan sebagai reagen, NaOH digunakan untuk memberi kondisi basa pada
sampel, aseton, fruktosa, glukosa, sukrosa, dan formaldehid digunakan sebagai
sampel.
Prosedur
Uji Tollens diawali dengan menyiapkan 5 buah tabung reaksi lengkap dengan
pemberian label pada setiap tabung reaksi sesuai dengan nama-nama sampelnya.
Pemberian label ini bertujuan agar tidak tertukar antara sampel satu dengan
lainnya. Setelah tabung reaksi siap, memasukkan lima tetes Fehling A ke dalam
tabung reaksi. Lalu ditambahkan lima tetes NaOH yang berfungsi untuk membuat
kondisi basa pada sampel sehingga larutan Fehling A dan Fehling B dapat
bekerja. Kemudian ditambahkan sepuluh tetes Fehling B. Urutan untuk memasukkan
Fehling A, NaOH, dan Fehling B dapat ditukar asalkan dilakukan secara bertahap.
Selanjutnya mengamati warna yang terjadi setelah penambahan reagen Fehling
dengan NaOH dan dicatat dalam tabel data pengamatan. Langkah berikutnya adalah
memasukkan sampel yang akan diuji diantaranya aseton, glukosa, fruktosa,
sukrosa dan formaldehid sebanyak 1 mL dengan menggunakan pipet volume beserta
bulb. Setelah sampel dimasukkan, maka akan diamati perubahan yang terjadi
sebelum dilakukan pemanasan pada tabung tersebut dan dicatat dalam tabel data
pengamatan. Selanjutnya tabung reaksi setiap sampel dipanaskan dengan bunsen
sebagai sumber api dan menggunakan penjepit tabung reaksi selama kurang lebih
dua menit atau sampai terlihat mendidih. Pemanasan langsung ini berfungsi untuk
mempercepat laju reaksi dan menurunkan energi aktivasi dari reaksi. Kemudian
mengamati perubahan yang terjadi pada masing-masing tabung tersebut dan dicatat
dalam tabel data pengamatan. Hasil yang didapat diamati dan diidentifikasi
adalah ada tidaknya gugus aldehid pada kelima sampel tersebut. Gugus aldehid
dapat ditandai dengan adanya endapan tembaga merah bata sebahai hasil reduksi
pereaksi Fehling oleh sampel aldehid (Brown, 2006).
c. Analisis hasil dibandingkan dengan
literatur dan sitasi
Uji positif
ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata. Berdasarkan hasil pengamatan,
didapatkan pada proses pertama penambahan reagen Fehling dengan NaOH kelima
tabung reaksi tersebut berwarna biru tua atau biru pekat. Ketika setelah
penambahan sampel dan sebelum dipanaskan, warna dari masing-masing tabung
tersebut berubah warna menjadi biru muda atau berwarna biru pudar. Kemudian
pada uji sampel glukosa setelah dipanaskan terbentuk endapan merah bata. Warna
merah bata menandakan bahwa glukosa adalah senyawa aldehid. Pada uji sampel
fruktosa setelah pemanasan terbentuk endapan merah bata. Namun terbentuknya
endapan merah bata dikarenakan fruktosa merupakan senyawa alfa – hidroksi keton
sehingga fruktosa dapat bereaksi positif dengan Fehling (Jalip, 2008). Lalu
pada uji sampel formalin setelah pemanasan terbentuk endapan merah bata. Kemudian
pada uji sampel sukrosa setelah dipanaskan tidak terbentuk endapan merah bata
dan larutannya berwarna kehijauan. Sedangkan pada uji sampel aseton setelah
dipanaskan tidak terbentuk endapan merah bata. Hal ini menandakan bahwa sukrosa
dan aseton bukanlah senyawa aldehid, melainkan keton (Brown, 2006).
Dari hasil
pengamatan, yang merupakan senyawa aldehida adalah formalin dan glukosa,
ditandai dengan warna merah bata hasil uji Fehling. Aldehid yang bereaksi
positif memiliki persamaan reaksi sebagai berikut:
R’CHO + 2 CuO(aq) → R’COOH +
Cu2O(s)
Endapan merah bata didapat
dari Cu2O (Harold, 2005).
Lain halnya
ketika fruktosa (keton) direaksikan dengan fehling, menghasilkan endapan merah
bata. Hal ini dikarenakan fruktosa mengalami tautomerisasi (penyusunan kembali
senyawa keton menjadi aldehida). Fruktosa yang termasuk senyawa keton disusun
kembali menjadi senyawa aldehida. Fruktosa dapat dioksidasi karena fruktosa
dapat mereduksi pereaksi fehling sehingga mudah teroksidasi dan dalam larutan
basa, fruktosa berada dalam kesetimbangan dengan dua aldehida diastereomik,
serta disebabkan penggunaan suatu zat antara enadiolnya. Sehingga ketika
direaksikan dengan Fehling menghasilkan endapan berwarna merah bata
(Martoharsono, 2005).
Sampel yang
bukan aldehida adalah sukrosa dan aseton. Keduanya adalah senyawa keton. Keton
tidak dapat dioksidasi oleh pereaksi Fehling seperti dalam uji Tollens.
d. Reaksi setiap sampel (Sastrohamidjojo,
2005)
·
Aseton
dengan pereaksi Fehling:
O
H3C – C – CH3 + 2CuO (Tidak terjadi reaksi)
(Aseton) (Pereaksi Fehling)
·
Glukosa
dengan pereaksi Fehling
CH2OH(CHOH)4CHO + 2CuO CH2OH(CHOH)4COOH
+ Cu2O
(Glukosa) (Pereaksi Fehling) (asam asetat) (endapan merah bata)
·
Fruktosa
dengan pereaksi Fehling
·
Formalin
dengan pereaksi Fehling
O
O
H – C – H +
2CuO H – C – OH +
Cu2O
(Formalin) (Pereaksi Fehling) (asam asetar) (endapan merah bata)
·
Sukrosa
dengan pereaksi Fehling
PERTANYAAN
1. Apa
fungsi penambahan larutan AgNO3 5% dalam percobaan uji Tollens?
Larutan AgNO3 berfungsi sebagai oksidator lemah yang
mengoksidasi gugus aldehid sehingga terbentuklah ion perak yang kemudian tereduksi
menjadi logam perak dan mengendap menjadi cermin perak pada dinding tabung
(Suyatno, 2007).
2.
Apa fungsi penambahan larutan NH4OH
6M dalam percobaan uji Tollens?
Fungsi penambahan NH4OH sebagai penghilang endapan AgNO3
dan pembentuk suasana basa (Sunarya dan Setiabudi, 2009). Sedangkan menurut
Suyatno (2007), NH4OH berfungsi untuk melepas Ag dari NO3
dan mencegah terjadinya endapan. Endapan hanya akan terjadi jika bereaksi
dengan larutan gugus aldehid.
KESIMPULAN
Tujuan dari praktikum ini
adalah untuk mengetahui dan membedakan senyawa aldehid dan keton dengan
menggunakan uji Tollens dan Fehling serta dapat memahami reaksi yang terjadi
selama uji Tollens dan Fehling.
Prinsip dari uji Tollens ini adalah digunakan untuk membedakan senyawa
aldehid dan keton dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen Tollens yaitu
AgNO3 dimana akan terjadi reaksi reduksi oksidasi. Aldehid
dioksidasi menjadi anion karboksilat, ion Ag+ dalam reagens Tollens
direduksi menjadi logam Ag (perak).
Uji positf ditandai dengan terbentuknya cermin perak pada dinding dalam tabung
reaksi. Sedangkan prinsip dari uji Fehling (A dan B) adalah membedakan gugus aldehid dan keton dalam suatu
sampel dengan menambahkan reagen Fehling A dan Fehling B, dimana Fehling A
adalah CuSO4 dan Fehling B adalah campuran dari NaOH dan Natrium kalium tartrat. Dalam reaksi ini aldehid dioksidasi membentuk asam
karboksilat, sementara ion Cu2+ akan tereduksi menjadi Cu+.
Hasil uji positif apabila dalam suatu sampel terbentuk endapan merah bata (Cu2O).
Bedasarkan hasil uji Tollens
dan Fehling, dapat diketahui bahwa yang tergolong senyawa aldehid adalah formalin dan glukosa. Dan yang
tergolong senyawa keton adalah sukrosa, aseton, dan fruktosa. Fruktosa
merupakan senyawa alfa-hidroksi keton sehingga pada saat pengamatan, fruktosa
dapat bereaksi dengan pereaksi Tollens dan Fehling.
DAFTAR PUSTAKA
Aryanti, Lia. 2010. Laporan Resmi
Praktikum Kimia Dasar Percobaan VI Reaksi Kimia Pengenalan Gugus Fungsi. Semarang:
FPIK Universitas Diponegoro.
Clugston, Michael. 2005. Advanced
Chemistry. New York: Oxford University Press.
Gorzynski, Janice. 2006. Organic
Chemistry. New York: UOM’ At Manoa.
Mulyono. 2006. Kamus Kimia Edisi
Pertama. Jakarta: Bumi Aksara.
Sacher, Ronald. 2006. Tinjauan
Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC.
Santoso, Anwar. 2008. Rumus Lengkap
Kimia. Jakarta: Wahyu Media.
Siswoyo. 2009. Kimia Organik.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sumardjo, Darwin. 2008. Pengantar Kimia
Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC.
Sunaryo, Yayan. 2007. Mudah dan
Aktif Belajar Kimia. Bandung: PT. Setia Purna Inves.
Sutresna, Nana. 2007. Cerdas
Belajar Kimia. Bandung: Grafindo.
Suyatno. 2007. Kimia. Jakarta:
Grasindo.
Wilbraham, A. C., Michael, S. M. 2008. Introduction to Organic and Biological Chemistry. USA: The
Benjaming Publishing Company, Inc.
DAFTAR PUSTAKA
TAMBAHAN
Brown, W. H. 2006. Study Guide for
Introduction to Organic Chemistry. Jakarta: EGC.
Harold, H. W. 2005. Biochemistry. Jakarta: Erlangga.
Kuchel, Philip. 2006. Kimia Modern.
Jakarta: Erlangga.
Martoharsono, S. 2005. Biokimia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pavia, D. L. 2005. Introduction to
Organic Laboratory Techniques: A Small Scale Approach. USA: Brooks Company.
Poedjiadi, Anna. 2007. Dasar-dasar
Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia
Organik Stereokimia, Karbohidrat, Lemak, dan Protein. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Sunarya, Y dan Agus S. 2009. Mudah
dan Aktif Belajar Kimia. Yogyakarta: Setia Purna.
Uji Tollens
Uji Fehling